Review Film Ranah 3 Warna: Memaknai Man Jadda Wajada, Man Shabara Zhafira
Assalamu'alakum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hai Temans bagamaimana kabarnya hari ini? Semoga dalam keadaan sehat semuanya dan dalam keadaan bersyukur. Siapa nih di sini yang "SuFi" alias Suka Film, Cung :D Alhamdulillah malam minggu kemarin (2/7) keinginan yang sudah lama terpendam buat nonton Film Ranah 3 Warna akhirnya kesampean.
Iya sudah lama karena sebenernya film ini sudah sempat ditayangkan di festival Jakarta Film Week pada Agustus 2021 lalu, dan kini telah tayang serentak pada 30 Juni 2022 di bioskop Indonesia.
Film yang diadaptasi dari novel kedua setelah Negeri 5 Menara miliknya Ahmad Fuadi ini, bercerita tentang perjuangan seorang pemuda "Alif Fikri" dalam menggapai cita-citanya. Film yang mengingatkan saya pada masa itu walau tentu perjuangan saya tidak sehebat Alif. Tapi cukup membuat saya bernostalgia dengan masa-masa menuju jenjang universitas. Andai film ini tayang saat masa-masa saya SMA ya, mungkin perencanaan saya lebih matang lagi waktu itu :D
Tapi ngga apa-apa, ini buat pelajaran anak cucu generasi saya kedepan. Walau begitu semangat Alif dalam memperjuangkan mimpinya, menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama, tentu dalam konteks yang berbeda, karena walau sudah emak emak gini Alhamdulillah masih punya impian hehe.
Alif si dinamit dari Maninjau, Sumatera Barat ini bercita-cita ingin belajar sampai Amerika, terinspirasi dari Bapak B.J Habibie yang menempuh pendidikan hingga ke LN. Saat test UMPTN, Takdir Allah SWT menempatkan Alif di UNPAD Bandung. Backsound lagunya Dewa 19 "Aku Milikmu" yang menggambarkan suasana di Th 1992 di Film ini, membuat diri ini berfikir "keren ya MasyaAllah di Th 1992 saat aku berusia 4 th" ada orang sevisioner ini. Duh cetek banget pengetahuanku, apa ya konsumsiku masa itu; apa yang aku baca selain buku pelajaran, ko kayanya sangat jarang, bagaimana circle-ku saat itu hiks). Jadi tersadar, betapa sebuah wawasan dan pergaulan yang luas dan positif sangat menentukan keputusan yang kita ambil. Kalau kata Ahmad Dhani "beda knowledge dan akademik". Akademik penting tapi wawasan juga tidak kalah penting.
Yang sangat berkesan bagi saya dalam film ini adalah dari sisi konflik dan karakter tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Dari konflik dan karakter para tokoh yang dihadirkan, banyak pelajaran yang bisa diambil seperti:
1. Alif yang memiliki keahlian berbahasa arab, inggris, mengaji dan keterampilan menulis (terlatih sejak di pesantren) yang luar biasa. Awal-awal masuk kampus, ia berjuang lewat tulisannya. Dia berharap lewat tulisan-tulisan yang digoreskan, bisa membawanya kepada impiannya yaitu ke Amerika. Menulis sekaligus sebagai jalan rezeki bagi Alif. Awal-awal berjuang tidaklah mudah. Berkali-kali jatuh bangun, revisi dan revisi, belum lagi dikatain "tulisan sampah!". Tapi jiwanya yang gigih, pantang menyerah mengantarkannya pada sebuah kesuksesan.
Kisah hidupnya yang luar biasa; ditinggal ayahnya meninggal, harus kerja part time kesana kemari sambil kuliah, barang dagangan + uang dirampok hingga dipukuli sampai ga punya apa-apa, semua Alif lalui dengan tangguh. Disaat surut dia teringat "Man Jadda Wajada", siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil."Man Shabara Zhafira", siapa yang bersabar dia akan beruntung.
Belum lagi konflik batinnya "Alif" about love, gejolak masa muda yang hanya bisa dipendam, dan akhirnya berujung... (no spoiler :D). Dari ujian hidup yang dialami Alif, salah satu pelajaran penting yang bisa diambil adalah sabar itu akan diuji, seberapa yakin kita akan perkataan Allah SWT bahwa orang yang sabar akan beruntung. Walau beruntung tidak selalu sesuai dengan keinginan kita, dan timingnya kadang muncul belakangan tapi yakinlah Takdir Allah SWT InsyaAllah selalu yang terbaik.
"Sabar itu aktif bukan pasif. Sabar itu aktif mencari solusi. Bersabar tanpa melakukan apapaun tidak layak untuk dibanggakan!" (Ranah3Warna)
2. Ayahnya ALIF
Walau hanya singkat diawal-awal karena akhirnya sang ayah meninggal, kisah Ayah dan Alif cukup membuat mata ini berkaca-kaca. Ayah Alif yang selalu support akan cita-cita Alif; mengantar Alif test UMPTN, membesarkan hati Alif di saat pesimis; "Apapun yang terjadi, bapak dan emak tetap bangga dengan usaha kamu"!. "Selesaikan apa yang kamu kerjakan, jangan sampai kamu putus sekolah!", kata Ayah Alif.
Ayah yang berkorban jiwa, raga dan harta untuk support cita-cita Alif, bahkan sampai menjual motornya saat Alif keterima UNPAD, semua dikorbankan demi masa depan anak. Ingat, orang tua kita punya harapan terhadap kita, semoga kita bisa menunaikannya Aamiin.
3. Ibu Alif
"Walau kamu punya cita-cita ke Amerika, jangan lupa bercita-cita ke Mekkah juga", kata Ibu. "Ingat ya Lif dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung", nasehat Ibu ketika Alif akan merantau ke Bandung. Ibu yang menyemangati Alif untuk meneruskan kuliahnya walau Ayahnya sudah meninggal, "Bapakmu bangga sama kamu lif, selesaikan apa yang sudah kamu mulai, jangan putus sekolah!". Walaupun awalnya Alif tidak ingin kembali ke Bandung, ia ingin bekerja menggantikan tugas bapaknya :(.
4. Randai
Anak Teknik Penerbangan ITB, merupakan sahabat satu kampungnya Alif. Randai selalu siap sedia mengulurkan tangannya untuk Alif. Yang kusuka dari Randai selain sikap ringan tangannya, dia memiliki "Life goals yang jelas". Dia benar-benar menekuni studynya untuk menjadi ahli dibidangnya. Randai juga yang menyemangati dan megingatkan Alif untuk kembali menekuni bidangnya saat Alif sibuk dagang dan lupa akan tujuan utamanya belajar; "Kamu ini emang cocoknya jadi pedagang ya, bukan ilmuan apalagi teknokrat!".
Plak, ini kaya aku banget. Dulu pernah ngalami fase ga fokus, nyoba ini itu yang akhirnya tujuan utamanya lupa, Astaghfirullah. Walau Alif seperti ini karena dia peduli pada nasib keluarganya.
Sayangnya dibalik kisah persahabatan yang luar biasa ini, Si Alif dan Si Randai ini menyukai gadis yang sama..nah gimana tuh?!
5. Raisa
Gadis baik, cantik, pintar dan berbakat yang di sukai Alif dan Randai. Raisa yang satu kampus dengan Alif ini memang terlihat sempurna, dan turut mewarnai jatuh bangunnya Alif. Saat Alif dirampok dan ga punya apa-apa, Alif; "Selesai sudah, ga ada satupun yang tersisa!". Raisa pun menyadarkan; "Kamu ini ga ada rasa syukurnya ya! kamu masih punya nyawa kan, mana semangat kamu yang dulu!".
6. Rusdi
Sahabat satu jurusan Alif yang berkarakter lucu, unique yang selalu bisa menghidupkan suasana. Sahabat yang selalu mengingatkan Alif akan hakikat syukur dan sabar. Sahabat yang kaya gini nih yang harus kita miliki. Secara kita hidup pasti ada naik dan turunnya kan. Disaat kita melenceng kita butuh orang yang mengingatkan kita. Iya nggak?!
Okey guys kayanya cukup dulu yaa review filmnya, mata udah sepet nih pengen segera terpejam hehe. Gimana tambah penasaran ga sama ceritanya? Segera nonton aja ya, mumpung masih tayang!. Semoga tulisan saya kali ini bermanfaan yaa temans. Mengutip kata-katanya Alif "tulisan, literasi itu merupakan bukti kemajuan sebuah pemikiran dan peradaban karena berisi ide dan gagasan". Ya walau tulisan saya ini bukan merupakan tulisan ilmiah, semoga bisa bermanfaat dan menjadi ilmu jariyah ya..Aamiin..
Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Post a Comment for "Review Film Ranah 3 Warna: Memaknai Man Jadda Wajada, Man Shabara Zhafira"
Terima kasih telah sudi berkunjung. Jika berkenan mohon tingalkan komentar terkait tulisan atau tampilan blognya. Jika dirasa info ini bermanfaat dan ingin berlangganan silahkan follow blog saya ya. Tolong jangan meninggalkan link hidup. Semoga bermanfaat.