Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Pengalaman Melahirkan Anak Kedua: Skenario Allah Jauh Melebihi Rencana Manusia :)

Assalamu'alaikum..

Kamis, 8 Maret 2018 pukul 06.40 merupakan hal yang bersejarah bagiku. Alhamdulillah dengan normal dan selamat, lahirlah anak ke-2 kami ke dunia ini. Yaa, Alhamdulillah Allah masih memberikan kesempatan lagi bagiku untuk hidup kembali setelah melalui perjuangan cukup panjang, masa hamil dan melahirkan. Kata seorang ust., seorang ibu yang melahirkan anaknya, maka ia diibaratkan seperti terlahir kembali ke dunia  layaknya seorang bayi yang masih suci, Allahu'alam.

Tak dapat dipungkiri, bagiku melahirkan adalah sebuah peristiwa yang mempertaruhkan nyawa. Perjuangan melawan rasa sakit saat kontraksi itu datang, mengingatkan aku akan kematian. Entah terlalu lebay atau tidak. Walaupun kematian sudah ada garis takdirnya tersendiri.

Maka tak heran jika seorang ibu yang melahirkan diibaratkan seperti seorang mujahid yang berjuang di medan perang, jika kematian menghampiri, InsyaAllah mati syahid baginya. Pantas saja, Allah menempatkan kedudukan mulia bagi seorang ibu, "bahwa Syurga itu berada di bawah telapak kakinya."

Baca Juga : Tips Mengajarkan Anak Toilet Training 

Bagiku, saat melahirkan baik anak yang pertama atau yang kedua, semuanya selalu heroik dan mengharu biru. Sudah ku tepis rasa takut itu jauh-jauh hari. Sudah berusaha mempersiapkan mental, tapi pas hari H, tetep saja tak setegar dan sekuat yang dicita citakan :(.

Walaupun proses melahirkan yang kedua ini tergolong lebih cepat dari yang pertama, sekitar kurang lebih 9 jam dari ketuban pecah dini. Sedangkan pas anak pertama, pembukaan berlangsung selama dua hari, itupun akhirnya dipercepat dengan induksi.

Dan akhirnya aku bisa menyimpulkan, melahirkan itu jalan juangnya memang seperti itu, penuh perjuangan, mau normal, didahului induksi, vakum bahkan sc sekalipun. Kedudukan/ Derajat yang mulia yang diberikan Allah pada seorang ibu yang melahirkan, tidak mungkin diraih dengan nilai perjungan yang standar-standar saja. Iya ngga?!
---------------------------------------------

Siang itu, rabu 7 maret 2018, flek darah sudah keluar tapi belum terasa sakit, padahal usia kandungan baru 37 pekan 3 hari. Sore harinya akupun masih kuat untuk ngajar ngaji sampe menjelang maghrib. Sepulang ke rumah, terlihat flek darah yang semakin banyak. Perut mulai mules tapi masih bisa kutahan. "mungkin baru bukaan satu", batinku.

Langsung kubilang suami, " yah, siap-siap yaa, ini udah keluar flek darah, mungkin kalau ngga nanti malam mungkin besok pagi kita ke RS. Kata bidan proses pembukaan anak ke-2 biasanya lebih cepat", ucapku. Suamipun mengiyakan perkataanku. Suami melanjutkan beres-beres, menyetrika pakaian bayi yang belum selesai.

Lalu, akupun diminta suami istirahat , rebahan di kasur. Setelah merapihkan cucian piring, baju dan nyapu, akupun tiduran santai sambil chatingan sama teman yang baru saja melahirkan. Sedangkan suami dan si kaka masih sibuk beberes di luar kamar.

Tetiba, sekitar pukul 21.22, terasa ada cairan yang mengalir cukup banyak dan tak bisa ku tahan. Seketika aku panik, "waduh ini mah air ketuban", gumamku. Langsung ku panggil suamiku, "yah, ketubanku pecah ni, ayo segera berangkat ke RS", ajakku. 

Aku panik ngga karuan karena baru ngalami kasus Ketuban Pecah Dini (KPD), sedang dulu pas anak pertama ngga. Suamiku berupaya untuk menenangkanku. Lalu beliau memesan armada lewat aplikasi online. Tapi berhubung menjelang tengah malam dan hujan, armada yang kami pesan susah untuk dihubungi.

"Dek, kalau ngga ada armada yang bisa, kemungkinan terburuk kita naik motor yaa ke RS?", kata suami. "Waduh yang bener aja yah, bawa barang banyak, bawa anak, ketuban udah pecah, kita naik motor?!", balasku. Mau pinjem mobil tetangga, sudah pada ngandang semua, ngga enak kalau nyusahin malam-malam. Benar-benar dilema malam itu.

Akhirnya suami telp taxi. Alhamdulillah bisa, tapi datangnya lama, pake acara nyasar dulu soalnya, hiks. Ujian tak hanya sampai sini. Setelah taxi datang, baru jalan beberapa menit, kita kejebak jalan rusak, maju susah, mundur susah. Ya Allah batinku udah nggak karu-karuan rasanya, yang kebanyang mobil kebalik, ketuban habis karena merembes terus. Pengen nangis rasanya. Alhamdulillah suami terus menenangkanku.

Setelah beberapa menit tertahan di jalan yang rusak, Alhamdulillah taxi yang kami tumpangi bisa menerjang jalanan jelek itu. Setelah kurang lebih 20 menit perjalanan, pukul 22.00 kami tiba di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND). Akupun langsung masuk IGD. 

Awalnya sedih, karena harus sendirian masuk ruangan yang terkesan menyeramkan itu. Yaa mau gimana lagi, suami ngga bisa ikut masuk karena harus menemani anak di luar karena belum cukup umur. Bismillah berusaha nenangin diri malam itu.

Alhamdulillah, Allah selalu mendatangkan pertolongannya disaat yang tepat. Salah satu bidan yang piket malam itu ternyata adalah temanku. Aku sedikit lebih tenang dengan uluran tangan dan motivasi yang disampaikannya. 

Ketakutanku selanjutnya, karena ketuban pecah dini, aku takut diinduksi seperti pas melahirkan anak pertama. Ku sampaikan saja jika aku ngga mau induksi. Udah tahulah rasa sakitnya gimana. Sakit tanpa jeda yang membuatku tidak berdaya saat itu :(. 

Setelah temanku calling dokter kandungan, Alhamdulillah aku ngga diinduksi. Proses selanjutnya adalah menunggu pembukaan demi pembukaan secara normal sampai pukul 05.00 pagi. Kalau belum ada perubahan, baru akan dilakukan tindakan selanjutnya. Namun karena ketubanku sudah pecah, aku dalam masa observasi, jadi harus diinfus dan diawasi. Pertama kali datang ke IGD, pembukaanku masih satu.

Akupun dibawa menuju ruang persalinan, lalu dipasang infus, setelah sebelumnya dilakukan pengecekan darah terlebih dahulu di Laboratorium. Setelah infus terpasang, aku disuntik anti alergi di bawah kulit, rasanya subhanallah :(. Lalu dipasang alat untuk mendeteksi denyut jantung bayi di bagian perut.

Diawal-awal, walaupun kontraksi sudah mulai terasa sakit namun belum teratur durasinya, aku masih bisa sadar dan memaknai rasa sakit yang mendera diri ini. Aku masih bisa ngobrol, masih bisa atur pernafasan, masih bisa melangitkan do'a-do'a, masih bisa chatingan sama keluarga, masih bisa istighfar, masih bisa tenang walau suami ngga menemani, waktu itu kira-kira sekitar pukul 22.00-01.00.
Cerita Pengalaman Melahirkan Anak Kedua: Skenario Allah Jauh Melebihi Rencana Manusia :)
Suasana Malam Yang Mencekam, Menunggu Detik Demi Detik Pembukaan Lengkap :(
Setelah melewati pukul 01.00, saat kontraksi semakin kuat dan teratur, mulai jiwa ini bergejolak menahan rasa sakit. Sakit dan lelah melanda, harus narik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan durasi sakit yang berdekatan. Akhirnya ku minta temanku untuk memanggil suamiku yang lagi nungguin anak tidur di mushola.

Dengan berat hati kami harus meninggalkan anak kami tidur sendirian di mushola RS yang jaraknya tidak terlalu jauh dari ruang bersalin, walau tetap tiap beberapa menit sekali ku minta temanku buat ngecek.

Malam itu, waktu terasa berjalan begitu lambat, ingin rasanya aku menyerah dan kabur dari RS, tapi nggak mungkin kan?!hehe, yaa namanya juga orang lagi kesakitan, ngga bisa mikir sehat. Suami terus menyemangatiku setiap kali aku kesakitan. "Ayo ummi, tarik nafas, hembuskanummi miring kiri biar pembukaannya cepat, ummi makan kurma dulu, minum dulu biar ada tenaga", ucap suami berulang kali.

Namun lama kelamaan, seiring bertambahnya pembukaan, sakit itu semakin menguat, emosi semakin tak terkendali, pikiran ngga jernih, akhirnya nasehat suami dan bidanpun sering ku abaikan. Beberapa kali aku berteriak tak terkendali diiringi dengan tangisan histeris. 

Sampe-sampe detak jantung dede bayi dalam perut semakin meninggi beberapa kali melebihi batas normal (lebih dari 160/ menit). Akhirnya akupun dipasang selang oksigen dan diminta untuk tenang.

Waktu terus berjalan, rasa sakitpun semakin bertambah. Menjelang subuh, bidan kembali mengecek pembukaan, ternyata masih bukaan dua tapi sudah tipis jalan lahirnya, katanya. "Ya Rabb, perasaan sakitnya udah tak tertahankan tapi ko masih bukaan dua?!".

Bidanpun terus memberi motivasi, bukaan segitu katanya sudah cukup bagus untuk pembukaan normal tanpa dipacu. Motivasi ini cukup membuatku tenang beberapa menit, sebelum akhirnya mulai kesakitan kembali menghadapi kontraksi yang semakin kuat.

Tapi semakin lama, kondisinya semakin menunjukkan indikasi yang tak mengenakkan. Terlihat ekspresi serius dari para penolong persalinan yang bolak-balik nyatet di kertas, ngukur seberapa sering kontraksi, bolak-balik lihat denyut jantung dede dialat yang sudah terpasang, sampai telp dokter kandungan untuk menanyakan tindakan selanjutnya.

Sampai akhirnya, dokter kandungan menyarankan bidan untuk mengosongkan kandung kemihku, duh...apaan lagi ini, lagi sakit karena kontraksi malah harus dimasukin alat macem-macem, hiks. Tapi mau gimana lagi, aku hanya bisa pasrah. Eh setelah tindakan ini bukannya semakin menenangkan hati, malah semakin membuatku stress. Yaps dokter malah menyuruhku operasi caesar setelah semalaman berjuang.

Katanya air ketubanku udah ngga bening, detak jantung dede bayi tinggi terus yi diatas 160 kalau dibiarkan lahir normal takutnya nanti ngga nangis pas lahir. Kontraksi terlalu sering yaitu tiap satu/ dua menit, normalnya persepuluh menit dua sampai tiga kali kontraksi. Malah disangkanya aku minum  rumput fatimah, beuh tau bentuknya aja ngga tu rumput fatimah :(.

Awalnya agak berontak saat diminta untuk operasi, tapi berhubung sudah tak berdaya melawan sakit, akhirnya hanya bisa pasrah. Setelah ganti baju pakai baju operasi, akupun segera didorong ke ruang operasi karena aku sudah dijadwalkan operasi pukul 06.30. Padahal pas pukul 06.00 sudah pembukaan lima, yaa Allah padahal tinggal dikit lagi menuju bukaan lengkap (pembukaan sepuluh).

Qodarullah, keajaiban Allah, saat perjalanan dari ruang bersalin ke lift, tiba-tiba aku pengen ngeden. Aku yakin banget kalau bukaan sudah lengkap, akupun spontan berteriak "mba, aku pengen ngeden..aku pengen ngeden mba!". Tapi karena pada fokus dorong, kicauan akupun ngga diperhatikan :(.

Sampai ruang operasi, pas aku diminta pindah tempat tidur, rasa pengen ngeden itu muncul lagi..akupun teriak kembali dan meminta bidan buat cek pembukaan "mba, tolong cek pembukaan, aku pengen ngeden, aku udah ngga kuat nahan!", akupun spontan ngeden dan akhirnya dinasehatin, "jangan ngeden bu, bukaannya belum lengkap". Dan spontan juga aku menimpali " mba tolong cek pembukaan aku! ini udah lengkap! wong aku pengen ngeden terus ko!".

Akhirnya setelah beberapa kali minta, si mba bidan mengecek pembukaan..dan benar, sudah lengkap! Akupun diminta buat ngeden. Dan Alhamdulillah dalam satu tarikan nafas, sang buah hati kami bisa lahir dengan normal, sehat dan selamat. Para penolong persalinanpun terkejut dengan kejadian ini.

Sebuah kebahagiaan yang tak dapat terlukiskan saat melihat bayi keluar dari rahim kita. Terharu, rasa syukur menyeruak memenuhi relung hati dan akhirnya air matapun menetes ta tertahankan :(. Terbayarkan sudah rasa sakit itu dengan melihat sang buah hati.
Alhamdulillah, Akhirnya Bisa Lahir Normal, Sehat dan Selamat..
Selain itu, plong rasanya saat si dede sudah lahir, semua rasa sakit yang mendera hilang seketika :D. Jadi inget nasihat ibu 2,5 tahun yang lalu, pas aku kesakitan karena kontraksi menjelang lahiran anak pertama. Ibu menenangkanku saat diri ini ingin menyerah: "sabar nduk, nanti kalau sudah lahir, semua rasa sakit akan hilang seketika".

Benar kata ibu, benar-benar plong rasanya, walau setelah ini masih harus mengeluarkan plasenta dan ada proses jahit menjahit, hiks. Tapi tak apalah, sakitnya masih bisa kutahan walaupun tetap ada adegan teriak-teriak :D

Satu menit pasca bersalin, dokter anestesi datang, "lo ini yang mau operasi mana?", tanya sang dokter. "ndak jadi dok, ini bayinya udah lahir", kata mba bidan. Sedangkan dokter kandungannya lagi dalam perjalanan ke RS.

Yaa Allah, Terimakasih Engkau telah menolongku di waktu yang sangat tepat. Telat satu menit saja, bisa-bisa aku sudah dibius. MasyaAllah, sungguh perhitunganMu sangat tepat yaa Rabb. Lewat ini aku mengerti, Engkau ingin menunjukkan kebesaranMu. Dan semua keajaiban ini tentu tak lepas dari do'a orang-orang terkasih, suamiku yang dari semalam berjaga, meski tak selalu menemani di ruangan karena harus jaga anak. Bapa, ibu, Mimi, Ua Mpy, Ua ndut, dan semua keluarga serta teman yang tidak bisa ku sebut satu persatu.


بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي المَوهُوبِ لَكَ , وَشَكَرْتَ الوَاهِبَ , وَبَلَغَ أَشُدَّهُ , وَرُزِقْتَ بِرَّهُ

“Semoga Allah memberkahi anak yang dianugerahkan kepadamu, semoga kamu bisa mensyukuri Sang Pemberi (Allah), semoga cepat besar dan dewasa, dan engkau mendapatkan baktinya si anak.” (Hasan Al-Basri)



Semua perjuangan ini mengajarkanku, bahwa sebagai manusia kita harus tetap optimis dan berbaik sangka atas apa yang menimpa kita walau dalam keadaan payah tak berdaya sekalipun. Manusia hanya bisa berencana, mengupayakan yang tebaik sesuai batas kemampuan dan pengetahuannya tapi pada akhirnya Allahlah sang maha penentu takdir kita.

Pengalaman melahirkan ini ku tulis sebagai sarana untuk mengambil hikmah, dari peristiwa sangat penting yang aku alami. Lewat rasa sakit, payah dan lemah saat melahirkan, Allah ingin mengajarkan bahwa amanah berupa anak itu berat, tidak main-main. Tentu merawat dan mendidiknya pun tidak kalah berat, butuh perjuangan dan kesungguhan..Semoga Allah memampukan kami. Aamiin.



dan satu lagi.. hargai, hormati, sayangi IBUmu. Ibumu..Ibumu..Ibumu..

Sayangi dan Cintai Istrimu..:)

Semoga yang sedang menanti keturunan segera Allah ijabahi doanya.

اَللَّهُمَّ أَكْشِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَأَ طِل حَيَاتَهُ وَا غْفِرْلَهُ

“Ya Allah ! Banyakanlah hartanya dan anaknya, dan panjangkanlah umurnya dan ampunkanlah ia” HR Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad (no. 653) dengan derajad hadits ini adalah Hasan.

Wassalamu'alaikum..

5 comments for "Cerita Pengalaman Melahirkan Anak Kedua: Skenario Allah Jauh Melebihi Rencana Manusia :)"

  1. Wah MasyaAllah luar biasa ya, bener cha Allah mah suka tepat dan bener ngitungnya gak meleset dan demi kebaikan kita, mengharu biru ya, aku aja yang ptogram hamil suka takut disuntik atau ada alat dimasukkan ke miss V, maka melahirkan pahalanya sama dengan jihad ya ☺

    ReplyDelete
  2. Wah MasyaAllah luar biasa ya, bener cha Allah mah suka tepat dan bener ngitungnya gak meleset dan demi kebaikan kita, mengharu biru ya, aku aja yang ptogram hamil suka takut disuntik atau ada alat dimasukkan ke miss V, maka melahirkan pahalanya sama dengan jihad ya ☺

    ReplyDelete
  3. Ya Allah mbak.. Merinding bacanya. Setelah perjuangan panjang ya akhirnya diberi keringanan yang tidak terduga. Masyaallah. Barakallah buat sekeluarga��

    ReplyDelete
  4. Subhanallah kalo emang udah takdirnya dikasih gampang ya ada aja jalannya mbak cha. Barakallah ya insyaallah dek Yusuf jd anak sholih. Aamiin

    ReplyDelete
  5. Duh, ternyata perjuangan banget ya mbak kalo melahirkan jadi teringat waktu nungguin kakak ipar lahiran. Menjadi seorang ibu memang perjuangannya sangat amat besar. Terharu aku mbak. Hiks.

    ReplyDelete